Saif Al Battar
RIYADH (Arrahmah.com) – Istana kerajaan Arab Saudi mengumumkan secara resmi berita meninggalnya pangeran Sultan bin Abdul Aziz al-Saud, pada Sabtu pagi (22/10/2011) di sebuah rumah sakit di New York, pukul 05.30 waktu Makkah atau pukul 11.30 waktu New York. Pada saat yang sama, departemen luar negeri AS juga menginformasikan secara resmi kepada stasiun TV CNN berita duka tersebut. CNN secara khusus menyiarkannya dalam acara breaking news.Pangeran Sultan bin Abdul Aziz al-Saud adalah saudara dari raja Arab Saudi saat ini, Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud. Saat ini, pangeran Sultan menjabat sebagai putra mahkota, wakil perdana menteri, dan mentri pertahanan Arab Saudi. Karir politiknya dimulai pada tahun 1947 M sebagai gubernur propinsi Riyadh. Pada tahun 1953 ia diangkat menjadi mentri pertanian dan perairan. Selanjutnya diangkat menjadi mentri perhubungan pada tahun 1955. PAda tahun 1962, ia diangkat menjadi mentri pertahanan.
Ketika saudaranya, raja Khalid bin Abdul Aziz al-Saud, meninggal pada tanggal 13 Juni 1982, maka ia diangkat sebagai wakil kedua perdana mentri, sambil memegang jabatan mentri pertahanan. Saudaranya yang lain, Fahd bin Abdul Aziz al-Saud diangkat sebagai raja. Pada tanggal 1 Agustus 2005 raja Fahd meninggal, maka saudaranya Abdullah diangkat menjadi raja Saudi. Peristiwa itu menaikkan posisi pangeran Sultan sebagai putra mahkota dan wakil pertama perdana mentri, sambil tetap memegang jabatan mentri pertahanan.
Pangeran Sultan muncul pertama kali dalam pertemuan internasional saat berbicara mewakili negaranya dalam siding Majelis Umum PBB tanggal 15 September 2005. Beberapa waktu terakhir ini kesehatannya memburuk, dan ia sempat menjalani beberapa kali operasi bedah. Pada bulan Juni 2011, ia berangkat ke New York untuk menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit elit, sampai akhirnya meninggal pagi hari tadi.
Sebagaimana para pangeran lain dalam keluarga Abdul Aziz al-Saud yang menjadi penguasa Arab Saudi, pangeran Sultan dikenal pro AS dan Barat. Ia berperan besar memuluskan ‘penjajahan’ AS di semenanjung Arab dengan mengundang kehadiran lebih dari setengah juta pasukan AS dan Barat dalam perang Teluk 1990. Di antara dampaknya adalah pendirian tak kurang dari lima pangkalan militer AS di Arab Saudi. Bersama raja Fahd dan pangeran Nayef, ia menjadi mitra utama perang salib AS dan sekutunya di Arab Saudi. Pesawat-pesawat tempur AS yang membombardir kaum muslimin di Afghanistan, Irak, dan Yaman berangkat dari pangkalan udara Sultan. (muhib al-majdi/arrahmah.com)
0 komentar:
Posting Komentar