ibnu

Sabtu, 08 Oktober 2011

KETEGUHANMU DAPAT MENGALAHKAN TIPU DAYA MUSUH



Musuh-musuh Islam tidak lagi mendapati alasan untuk membenarkan kebatilan mereka. Karenanya reaksi mereka atas seruan kebenaran adalah melancarkan berbagai siksaan dan adzab kepada mereka yang memperjuangkan kebenaran. Mereka tidak mendapati reaksi lain yang lebih baik dari hal itu. Mereka selalu mengambil langkah ini manakala mereka kehabisan cara untuk menolak kebenaran.
Dengan reaksi ini pulalah Fir’aun menyambut seruan Musa
قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ
Fir'aun berkata, “Sungguh jika kamu menyembah Ilah selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”. (asy-Syu’ara` : 29)
Juga kepada bekas tukang sihirnya yang telah beriman
لأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلاَفٍ وَلأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ
Aku benar-benar akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya. (asy-Syu’ara` : 49)
Dengan reaksi yang sama pula kaum Ibrahim u menjawab seruannya
حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا ءَالِهَتِكُمْ
Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan. (al-Anbiya` : 68)
Begitu juga reaksi yang diberikan kepada Yusuf u
ثُمَّ بَدَا لَهُم مِّن بَعْدِ مَارَأَوُا اْلأَيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ
Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu. (Yusuf : 35)
Demikian pula reaksi Umayyah bin Khalaf terhadap Bilal bin Rabah manakala ia terus menggumamkan kata ‘Ahad… Ahad…’, dari sanubarinya. Umayyah menyiksa dan mencambukinya di bawah terik matahari kota Mekah, lalu meletakkan batu besar di atas perutnya.
Sama halnya dengan ‘Ammar, Mush’ab, Khabbab, Ibnu Mas’ud, as-Shidiq Abu Bakar, dan bahkan Rasulullah r.
Juga, Imam Ahmad bin Hambal. Ketika beliau menolak untuk menyatakan bahwa al-Qur`an itu makhluk, dengan segera pukulan, cambuk, penjara dan siksaan datang bertubi-tubi.
Pun demikian dengan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Begitulah orang-orang fasiq, orang-orang kafir, dan orang-orang yang murtad, selalu menyambut para da’i kepada Allah dan para aktivis yang meng’azamkan tegaknya dien di zaman ini dengan reaksi yang sama.
Inilah sambutan dari musuh-musuh Islam....akhir dari tipu daya mereka....akhir dari anak panah yang mereka miliki. Inilah hal terbaik yang dapat mereka lakukan untuk mempertahankan kebatilan dan kesekuleran mereka.
Karenanya, jika mereka telah menyambut kalian dengan reaksi seperti itu, lalu kalian tetap kokoh di atas kebenaran dan sabar menghadapi cobaan... sungguh itu telah menghancurkan seluruh rencana yang telah mereka persiapkan sebelumnya, juga memupus tipu daya mentah-mentah, serta menggagalkan upaya mereka untuk mengatur dan melancarkan berbagai makar.
Sesungguhnya keteguhan, kesabaran, dan komitmen kalian kepada Allah U termasuk faktor kemenangan bagi Islam dan kegagalan bagi musuh-musuhnya.
Lihatlah bagaimana keadaan musuh yang menyadari bahwa anak panah mereka telah patah, usaha mereka telah sia-sia, upaya yang mereka adakan telah gagal, berlalu bagaikan angin yang berhembus, dan tipu daya mereka telah sirna begitu saja?!
Bagaimanakah keadaan mereka, jika mereka tahu bahwa berbagai tindak intimidasi yang mereka lancarkan hanya akan menambah kekuatan, keikhlasan, dan keteguhan bagi kita? Setiap kali mereka menambah intensitas siksaan dan adzab kepada ahlulhaq setiap kali itu pula lahir generasi yang lebih kuat, lebih kokoh, lebih bijak, dan lebih berakal. Generasi yang terbina untuk selalu melaksanakan perintah pada ‘azimah (hukum asal), dan bukan rukhsah (keringanan), serta mengambil sedikit saja dari yang mubah.
Generasi yang telah menceraikan dunia dengan talak bain, tiada kesempatan baginya untuk kembali kepadanya.
Sehubungan dengan ini ada ungkapan yang indah dari seorang aktivis yang membuat saya tertegun. Katanya begini, “Apa gerangan yang terjadi manakala musuh-musuh kita tahu bahwa tipu daya mereka tidak melemahkan hati kita tetapi malah menguatkannya, tidak memupus cita dan asa kita tetapi malah mengukuhkannya, dan tidak menurunkan semangat kita, tetapi malah meninggikannya... Bagaimana keadaan mereka, jika mereka tahu bahwa kita semakin dekat kepada Allah manakala kesulitan dan cobaan semakin berat. Ya, setiap kali ujian semakin menggila dan upaya musuh semakin membabi buta setiap kali itu pula kalbu bersujud di hadapan Rabbnya dan ber’azam untuk terus melanjutkan asanya tanpa sedikit pun melemah. Juga senantiasa memohon kepada Pelindungnya agar memurnikannya dari segala yang dibenci-Nya dan selalu menjaganya. Bagaimana kira-kira kejengkelan mereka manakala mereka tahu bahwa mereka telah menjadi kendaraan untuk menyelesaikan target tertentu. Target pembersihan dan penjernihan. Lalu apa manfaat dari kejengkelan mereka itu?!”
قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ
Katakanlah, “Matilah bersama kemarahan kalian!” (Ali ‘Imran : 119)
وَلَن يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An-Nisa` : 141)
Sesungguhnya keteguhan kalian di atas kebenaran, dan kesabaran kalian dalam menghadapi ujian, memberikan jaminan akan kehancuran musuh-musuh Islam, bukan hanya dari sisi teori dan konsep saja. Keteguhan dan kesabaran akan menghancurkan mereka; eksistensi, institusi dan konstitusi sekaligus.
Sesungguhnya kesabaran dan keteguhan sekelompok kecil orang-orang yang beriman dengan sebenarnya dari kalangan ahlul-haq menjadi jaminan akan kehancuran pemerintahan sekuler dari dasarnya sehingga jungkir balik. Itu terjadi setelah kehancuran pemikirannya, konsep-konsepnya dan dasar-dasarnya.
Bukankah keteguhan Abu Bakar as-Shiddiq dan kesabarannya ketika terjadi harakaturriddah, gerakan murtad massal merupakan faktor utama dari lenyapnya fitnah kemurtadan itu? Fitnah yang menimpa seluruh jazirah Arab terkecuali tiga kota saja; Mekah, Madinah dan Jawatsa di Bahrain..
Kini kita sering mendengar ungkapan, “Kemurtadan di mana-mana namun tiada lagi Abu Bakar untuk menanggulanginya.”
Bahkan keteguhan yang menakjubkan dari Abu Bakar t dalam situasi yang sulit inilah yang menggoncangkan singgasana orang-orang murtad dan meruntuhkannya, meski mereka memiliki perbekalan dan pengikut yang lebih dari cukup dan pasukan yang benar-benar pemberani.
Dalam pada ini Abu Hurairah ~siapa yang tak kenal Abu Hurairah~ dengan kesadaran penuh atas apa yang diucapkan mengatakan, “Demi Allah yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, kalau saja bukan Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah, niscaya Allah tidak lagi disembah!” Mereka yang mendengar mengatakan, “Jangan begitu, wahai Abu Hurairah!”[1]
Bukankah keteguhan dan kesabaran Imam  Ahmad bin Hambal kala dipenjara, disiksa, dan dicambuki menghadapi fitnah khalqul Qur`an yang menyelimuti seluruh kaum muslimin saat itu dan hampir-hampir merubah aqidah as-salafus shalih yang menjadi faktor penghancur utama kedustaan itu, sirnanya keburukannya, dan pembatal tipu daya para penganutnya? Siapakah para penganut itu? Tiada lain adalah para penguasa, para pejabat, para menteri, dan orang-orang yang setia kepada mereka.
Ketegaran sang Imamlah yang telah memberikan pengaruh yang besar dalam penulisan keberlangsungan aqidah ummat, setelah nyaris dieksekusi oleh tangan-tangan orang-orang sesat, para ahli bid’ah. Ketika sang Imam mendatangi Mu’tashim yang selanjutnya beliau diuji tentang khalqul Qur`an, seseorang berkata, “Sesungguhnya amirul mukminin telah bersumpah untuk tidak membunuhmu dengan sabetan pedang, hanyasaja kau akan menghadapi cambukan demi cambukan..”
Pada hari ketiga, Mu’tashim mendatangi beliau seorang diri. Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia sangat mencintai sang Imam sebagaimana ia mencintai Harun, anaknya. Namun, Imam Ahmad tetap bergeming dengan jawabannya sejak semula. Tidak sedikit pun beliau mencabut kata-kata itu. Mu’tashim murka seraya berkata, “Terlaknat kamu, aku sudah bersusah payah mendatangimu! Ambil ia!”
Maka Mu’tashim memerintahkan bala tentaranya untuk melucuti pakaian sang Imam selain kain sarungnya, lalu merantainya, dan mencambukinya. Kabarnya, jumlah algojo yang ditugaskan untuk mencambuk beliau banyak sekali. Mereka bergantian dalam melaksanakan eksekusi ini. Salah seorang dari mereka pernah mengejek beliau sambil bertopang pada pangkal pedangnya ia berkata, “Apakah Anda hendak mengalahkan mereka semuanya?”
Setiap hari mereka mencambuki sang Imam sampai beliau pingsan.
Demikian mereka lakukan terus-menerus.
Cambukan para algojo ini telah meninggalkan bekas yang tak terbayangkan pada tubuh renta sang Imam. Seseorang yang pernah datang untuk mengobati luka-luka yang ditimbulkan oleh cambukan itu berkata, “Demi Allah, aku telah melihat bekas seribu cambukan! Belum pernah aku saksikan bekas cambukan sehebat ini!”
Bekas cambukan itu tetap menghiasi punggung sang Imam sampai akhir hayat beliau..
Di antara sekian peristiwa yang dijalani oleh Imam Ahmad, yang paling menakjubkan adalah bahwa satu-satunya perkara yang beliau khawatirkan saat itu adalah terlukarnya sirwal (celana bertali) dan terlihatnya aurat beliau di saat beliau menerima siksaan di hadapan khalayak yang menyaksikan prosesi penyiksaan. Adalah beliau banyak-banyak berdoa, memohon supaya auratnya tidak tersingkap. Dan Allah mengabulkan permohonan sang imam![2]
Kisah ini meskipun singkat telah banyak memberikan dampak positif bagi saya dan sekian ikhwah yang telah melewati masa ujian yang dalam beberapa bagiannya mirip dengan yang dialami oleh Imam Ahmad. Semoga Allah senantiasa merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Semoga atas jasanya yang besar terhadap islam, Allah membalasnya dengan balasan yang baik.


[1] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy, sebagaimana tersebut dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 6/305. Di dalam Kanzul ‘Ummal 3/129 disebutkan bahwa sanadnya hasan.
[2] Lihat : Mihnah Imam Ahmad dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 10/267-274, juga 330-340.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host