KEPEDIHAN SIRNA PAHALA TERSISA
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati Anda- sungguh Anda akan menemui masa-masa yang sulit, masa-masa yang melelahkan, dan berbagai ujian, padahal Anda tengah berjalan di atas jalan kebenaran dan disibukkan oleh berbagai aktivitas dalam Islam. Apabila Anda teguh di atas kebenaran dan sabar menghadapi berbagai ujian, niscaya kepedihan akan sirna, kelelahan akan hilang, dan yang tersisa bagi Anda adalah ganjaran dan pahala insya Allah.
Tidakkah Anda lihat, seseorang yang menunaikan shiyam di hari yang sangat panas, bukankah lapar dan dahaganya sirna seketika saat setetes air melewati kerongkongannya seraya mengucapkan doa yang diajarkan oleh Nabi
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah sirna haus dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah tetap pahala insya Allah.”
Begitu pun bersamaan dengan langkah pertama Anda di dalam surga akan hilang segala kelelahan yang pernah Anda rasakan, segala keresahan yang menimpa Anda, dan segala luka yang Anda dapatkan di jalan Allah. Akan dikatakan kepada Anda, “Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak mengenakkan?” Lalu Anda menjawab -setelah Anda merasakan sekejap saja nikmatnya surga, “Demi Allah, tidak wahai Rabbi! Aku tidak melihat sesuatu pun yang tidak mengenakkan.”
Kelelahan dan kepedihan Anda telah usai. Semuanya telah berubah menjadi kegembiraan, kesejahteraan, dan kesenangan. Ganjaran dan pahala telah nyata bagi Anda, dan Allah akan menambahkan lagi dari karunia-Nya. Juga, Dia akan memuliakan Anda dengan kemuliaan sesuai dengan kemuliaan dan kepemurahan-Nya. Di saat itulah Anda akan berandai-andai jika saja usaha Anda di jalan dien ini lebih banyak dan lebih banyak lagi. Jika saja bangun Anda di waktu malam karena Allah lebih dan lebih banyak lagi. Jika saja kepergian Anda menjauhi dunia lebih banyak lagi. Jika saja pengorbanan Anda di jalan Allah ini lebih dan lebih. Bahkan Anda berandai-andai -seperti seorang syahid-, andai saja Anda dikembalikan ke dunia dan terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan, lalu terbunuh, lalu dihidupkan, lalu terbunuh lagi, disebabkan Anda telah menyaksikan karunia dan kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada para syuhada`.
SUPAYA TEGAR MENGHADAPI UJIAN
Mungkin akan ada yang bertanya, “Saya adalah seorang yang baru saja serius dalam berislam. Saya takut saya tidak bisa tegar dalam menghadapi berbagai cobaan, atau tidak sabar menghadapinya.”
Untuknya saya katakan, “Nabi berabda, ‘Barangsiapa yang berusaha untuk bersabar niscaya Allah akan menjadikannya sabar.’ Juga, ‘Barangsiapa berusaha untuk selalu mengerjakan kebaikan niscaya Dia akan memberikannya, dan barangsiapa menjaga diri dari keburukan niscaya Dia akan menjaganya.”
Dus, siapa saja yang mengusahakan faktor-faktor kesabaran, niscaya Allah akan merizkikan sabar kepadanya. Dan barangsiapa mengusahakan faktor-faktor wahn, gelisah, dan kehinaan, niscaya Dia akan tertimpa sesuatu yang faktor-faktornya telah diusahakannya.
وَمَا ظَلَمَهُمُ اللهُ وَلَكِنْ كَانُوْا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
Dan Allah tidaklah menzhalimi mereka akan tetapi merekalah yang selalu menzhallimi diri mereka sendiri. (an-Nahl : 33)
Untuk itu wahai saudaraku seislam, berusahalah untuk bersabar. Sabarkanlah diri Anda untuk masa tertentu, niscaya Anda akan mendapati diri Anda dalam keadaan sabar setelahnya. Bahkan bisa jadi telah menjadi pribadi yang ridla, insya Allah. Salah seorang salaf berkata, “Aku giring diriku kepada Allah dalam keadaan menangis. Aku terus menggiringnya sampai ia kembali kepadaku dalam keadaan tertawa.”
Adapun jika hal-hal yang melelahkan Anda semakin menghebat, ujian semakin bertambah, musibah semakin dahsyat, dan nafsu ammarah bis suu’ berbisik supaya Anda cenderung kepada dunia -meski sesaat- atau Anda dapati nafsu ammarah bis suu’ itu menyesatkan diri Anda, maka berusahalah terus untuk membinanya sampai ia benar-benar tunduk kepada Anda, menyerahkan semua urusannya kepada Anda, dan menjawab seruan dari Allah dalam keadaan ridla setelah sebelumnya ia membencinya ..
Jika Anda mulai menginginkan dunia katakan kepada diri Anda sendiri, “Wahai diri, sungguh kamu telah menghabiskan separuh lebih dari perjalananmu menuju Allah... sisanya hanyalah tinggal sedikit saja.... karenanya, bersabarlah di atasnya. Wahai diri... janganlah kamu sia-siakan amal shalih yang telah kau kerjakan, juga bangunmu di waktu malam dan siang, juga kelelahanmu selama bertahun-tahun di jalan Allah.. dalam masa yang hanya sebentar ini. Hanyasanya kesabaran ini tidak akan lama... Bersabarlah. Sesungguhnya kedudukan cobaan itu seperti tamu, ia pasti akan segera berlalu... Nikmat sekali memujinya di ruangan perjamuan di hadapan tuan rumah. Wahai kaki-kaki penopang kesabaran teruslah bergerak. Sungguh, tiada yang tersisa kecuali sedikit saja...”
Terhadap nafsunya seorang aktivis mestinya melakukan hal yang dilakukan oleh Bisyr al-Hafiy bersama salah seorang muridnya yang turut serta dalam salah satu safarnya. Saat itu si murid dilanda dahaga dalam perjalanannya. Ia minta kepada Bisyr, “Mari kita minum air sumur itu!” Bisyr menjawab, “Bersabarlah, sampai kita bertemu dengan sumur yang lain.” Lalu ketika keduanya telah sampai ke sumur berikutnya, Bisyr berkata lagi, “Sampai sumur berikutnya.” Begitulah, Bisyr terus mengatakan untuk bersabar sampai sumur berikutnya.... dan akhirnya ia katakan, “Demikianlah dunia itu akhirnya akan terhenti.”
Ibnu al-Jauziy berkata, “Inilah... fajar pahala mulai menjelang ... malam cobaan mulai menghilang.. sang pejalan disambut dengan pujian, hampir menuntaskan gulitanya malam... Matahari pahala tiada sedikit pun menghadirkan bayang-bayang hingga sang pejalan telah sampai ke rumah keselamatan.”
Ada satu ungkapan dari Imam Ahmad yang sungguh sangat membuat saya terkagum-kagum. Ungkapan pendek yang membutuhkan tadabbur dan tafakkur yang panjang. Berulang-ulang beliau katakan, “Hanyasanya itu adalah makanan yang bukan makanan, minuman yang bukan minuman. Hanyasanya itu adalah hari-hari yang sedikit.”
Lalu, bersama nafsunya seorang aktivis harus merenung sejenak, dan berbicara kepadanya, “Tidakkah kau lihat, ahli dunia itu ditimpa musibah dan cobaan berlipat-lipat daripada musibah yang menimpamu. Padahal mereka tidak mendapatkan pahala untuk itu dan tidak pula diberi rizki oleh Allah yang berupa kesabaran. Dikala tertimpa musibah, kebanyakan mereka berada dalam kesempitan, kesusahan, kegelisahan, kegundahan, dan bahkan menjadi gila karena musibah itu... Pernahkah kau dengar ada sebuah mobil berisi satu keluarga lengkap yang tenggelam dan semua yang ada di dalamnya meninggal dunia? Bandingkan musibah yang menimpamu dengan musibah yang menimpa mereka! Sesungguhnya puncak musibah yang menimpamu adalah ... kamu dibunuh oleh musuh-musuhmu. Dan itu bukan musibah! Bukan! Itu adalah kemuliaan bagimu, dan bahkan itulah kehidupan yang paling berharga, paling mahal. Sesudah itu kamu tiada lagi merasakan derita atau pun luka. Ya... sebutir atau beberapa butir peluru yang menembus jasadmu... dan tiada rasa bagimu melainkan serasa dicubit, seperti dikatakan oleh Rasulullah
Kemudian bertanyalah kepada nafsu, “Apa lagi yang bisa dilakukan oleh musuhmu kepadamu?! Memenjarakanmu sebulan, dua bulan, setahun, bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidupmu? Sungguh adalah menjadi kemuliaan bagimu dengan dapat menghabiskan umurmu di jalan Allah. Adalah menjadi suatu kemuliaan bagimu dengan mengikuti jejak Yusuf yang dipenjarakan selama beberapa tahun!”
Katakan juga kepada nafsu ammarah bis suu’ yang ada padamu, “Wahai nafsu, tidakkah kau lihat ribuan orang menjadi penghuni hotel prodeo karena bermaksiat kepada Allah?! Cukuplah menjadi suatu kemuliaan bagimu bahwa kamu ditimpa ujian karena ketaatanmu kepada Allah . Ada di antara mereka yang divonis hukuman mati karena memenuhi syahwat sesaat, memperkosa seorang gadis. Ada juga yang dipenjara seumur hidup karena memenuhi seruan setan, terperosok dalam dunia narkoba. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Lalu pikirkan juga tentang ribuan pecinta dunia dan orang-orang kafir yang ditimpa musibah berupa cacat tetap (invalid) atau buta. Mereka semua jauh lebih menderita dibandingkan dengan dirimu. Musibah yang menimpa mereka beratus kali lipat jika dibandingkan dengan yang menimpa dirimu. Belum lagi jika beberapa bulan atau tahun ini justru menjadi sebab dari keberhasilanmu mencapai imamah fiddien, menggapai ma’rifatullah dan perintah-Nya, serta sampainya dirimu ke derajat ‘abidin (ahli ibadah), zahidin (orang-orang yang zuhud), dan khasyi’in (orang-orang yang khusyu’). Berapa banyak ikhwah yang baru merasakan hakekat bangun malam di kala kondisi benar-benar berat. Berapa banyak mereka yang baru memahami dan mengerti maksud dari ayat-ayat tertentu dan kedalaman hikmah yang ada di dalamnya pada kondisi yang berat pula, disamping dapat menghapal dan mengkaji tafsirnya. Semuanya masih ditambah dengan pencapaian terhadap satu derajat ilmiah yang tidak dapat dipelajari dari buku-buku dan literatur yang ada serta pemahaman terhadap makna-makna yang rasa manisnya tiada pernah dapat dikecap meski teks-teksnya dibaca, dikaji, atau pun dihapal. Itu seperti makna tawakkal, inabah, khasyyah, taubat, yaqin, dan ridla. Semoga Allah senantiasa merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang berkata, “Aku, surga dan tamanku ada di dalam dadaku, ke mana pun aku pergi ia selalu bersamaku, tidak meninggalkanku. Jika aku dipenjara, bagiku itu adalah khalwah. Jika aku dibunuh, bagiku itu adalah syahadah. Dan jika aku diusir dari negeriku, bagiku itu adalah siyahah, jalan-jalan.”
Hendaknya seorang aktivis mengucapkan perkataan Ibnul Jauziy yang mengadu kepada Rabbnya, “Betapa beruntungnya diriku atas apa yang direnggut dariku, ketika buahnya adalah aku bersimpuh di hadapan-Mu. Betapa lapangnya penawananku kala buahnya adalah aku berkhalwah dengan-Mu. Betapa kayanya diriku ketika aku faqir kepada-Mu. Betapa lembutnya diriku kala Engkau jadikan ciptaan-Mu berlaku zhalim kepadaku. Ah.. sia-sialah masa yang hilang bukan dalam rangka berkhidmah kepada-Mu, begitu pun waktu yang berlalu bukan dalam ketaatan kepada-Mu. Kala aku bangun menjelang fajar, tidurku sepanjang malam tidak lagi menyiksa diriku. Kala siang beranjak lepas, hilangnya seluruh hari itu tidak lagi melukaiku. Aku tidak tahu bahwa diriku yang mati rasa ini dikarenakan sakit yang dahsyat. Kini, hembusan angin kesejahteraan telah bertiup, aku telah dapat merasakan derita, dan aku tahu diriku kini sehat. Wahai Dzat yang Mahaagung anugerahnya, sempurnakanlah kesejahteraan bagi diriku.”
Penulis: Najib Ibrahim
Penerjemah: Imtihan Asy Syafi'i
Minggu, 02 Oktober 2011
KEPEDIHAN SIRNA PAHALA TERSISA
19.14
Moslem Muwahheed
No comments
0 komentar:
Posting Komentar