Oleh: Dr. Adian Husaini
PADA Hari Kamis, 19 Januari 2012, Jurnal Islamia-Republika, (hal. 23-26) – Jurnal Pemikiran Islam bulanan hasil kerjasama antara INSISTS dan Harian Republika -- menurunkan kajian utama tentang Syiah di Indonesia. Artikel saya yang dimuat di Jurnal tersebut berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah”.
Esoknya, Jumat, 20 Januari 2012, Kajian Islamia-Republika itu mendapatkan tanggapan dari Haidar Bagir, Dirut Penerbit Mizan – yang dikenal sebagai salah satu penerbit buku Syiah di Indonesia. Artikel Haidar di Harian Republika itu diberi judul “Syiah dan Kerukunan Umat.” Dalam artikelnya, Haidar Bagir menulis, bahwa dia setuju dengan solusi damai yang saya tawarkan: “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini…. Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”
Menurut Haidar Bagir, dia pernah bertemu secara pribadi dengan Syaikh Ali Taskhiri, seorang ulama terkemuka di Iran, salah satu pembantu terdekat Wali Faqih Ayatullah Ali Khamenei, serta wakil Dar al-Taqrib bayn al-Madzahib (Perkumpulan Pendekatan antar-Mazhab), yang dengan tegas menyatakan: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”
Haidar Bagir juga menyampaikan imbauan di ujung artikelnya: “Khusus untuk orang-orang yang pandangannya didengar oleh para pengikut Syiah di negeri ini, hendaknya mereka meyakinkan para pengikutnya untuk dapat membawa diri dengan sebaik-baiknya serta mengutamakan persaudaraan dan toleransi terhadap saudara-saudaranya yang merupakan mayoritas di negeri ini.”
Dalam soal sikap terhadap para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) -- yang menjadi langganan caci-maki kaum Syiah, Hadiar Bagir juga menulis:
“Sementara itu, banyak ulama Syiah
Imamiyah atau Itsna ’Asyariyah yang telah merevisi pandangannya tentang
ini. Hasil konferensi Majma’ Ahl al-Bayt di London pada 1995, mi sal
nya, dengan tegas menyatakan menerima keabsahan kekhalifah an tiga
khalifah terdahulu sebelum Khalifah Ali.
Bahkan, terkait dengan skandal
pengutukan sahabat besar dan sebagian istri Nabi yang dilakukan oleh
oknum Syiah yang tinggal di Inggris, bernama Yasir al-Habib, Ayatullah
Sayid Ali Khamenei sendiri mengeluarkan fatwa yang dengan tegas melarang
penghinaan terhadap orang-orang yang dihormati oleh para pemeluk Ahlus Sunnah (fatwa ini tersebar dan dapat dengan mudah diakses dari berbagai sumber). Di antara isinya adalah,
“Diharamkan menghina
figur-figur/tokoh-tokoh (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita,
Ahlus-Sunnah, termasuk tuduhan terhadap istri Nabi Shalallaahu 'Alaihi
Wasallam (صلى الله عليه و سلم)dengan hal-hal yang mencederai kehormatan
mereka ...”
Benarkah?
Jadi, sesuai artikel Haidar Bagir di Republika tersebut, ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh kaum Syiah untuk solusi damai bagi Ahlu Sunnah dan Syiah di Indonesia, yaitu (1) menghentikan caci maki terhadap sahabat-sahabat dan istri-istri Nabi saw dan (2) menghentikan ambisi untuk meng-Syiahkan Indonesia, seperti ditegaskan oleh seorang ulama Syiah yang dijumpai Haidar Bagir: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”
Jadi, sesuai artikel Haidar Bagir di Republika tersebut, ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh kaum Syiah untuk solusi damai bagi Ahlu Sunnah dan Syiah di Indonesia, yaitu (1) menghentikan caci maki terhadap sahabat-sahabat dan istri-istri Nabi saw dan (2) menghentikan ambisi untuk meng-Syiahkan Indonesia, seperti ditegaskan oleh seorang ulama Syiah yang dijumpai Haidar Bagir: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”
Apakah janji yang disampaikan Haidar Bagir
tersebut bisa dipenuhi kaum Syiah? Tampaknya, itu tidaklah mudah.
Seperti disebutkan dalam CAP-323 lalu, sejumlah fakta di lapangan
menunjukkan banyaknya penerbitan Syiah di Indonesia yang masih mengumbar
caci-maki dan fitnah terhadap para sahabat dan istri-istri Nabi
Muhammad saw. Bahkan, salah satu buku terkenal yang mencaci-maki dan
menfitnah sahabat dan istri Nabi Muhammad saw adalah buku terbitan
Mizan, pimpinan Haidar Bagir sendiri, yang berjudul “Dialog Sunnah – Syiah” karya Syarafuddin al Musawi, (Bandung: Mizan (cetakan pertama, 1983).
Buku ini diklaim penulisnya sebagai
kumpulan surat menyurat antara penulis dengan Syaikh Salim al-Bisyri
al-Maliki, yang saat itu menjabat Rektor al Azhar, Mesir. Di dalamnya
banyak berisi dialog yang menjelaskan antara lain: Kewajiban berpegang
pada madzhab Ahlul Bait, adanya wasiat Nabi saw untuk Ali bin Abi Thalib
r.a. sebagai penggantinya, para sahabat tidak ma’shum (infallible) dari
dosa dan kesalahan yang berimplikasi ketidakpercayaan periwayatan dari
mereka, dan bahasan lain yang mendukung pemahaman Syiah.
Di buku ini, juga ditulis berbagai tuduhan
bahwa Aisyah r.a. telah berbohong karena menceritakan Nabi Muhammad saw
meninggal di pangkuannya, sehingga didoakan oleh penulisnya,
mudah-mudahan Allah memberikan ampunan untuk Aisyah r.a.
“Oh…., semoga Allah
mengaruniakan ampunan-Nya bagi Ummul Mu’minin! Mengapa ia, ketika
menggeser keutamaan ini dari Ali, tidak mengalihkannya kepada pribadi
ayahnya saja! Bukankah yang demikian itu lebih utama dan lebih layak
bagi kedudukan Nabi saw daripada apa yang didakwahkannya? Namun sayang
….., ayahnya – waktu itu – bertugas sebagai anggota pasukan di bawah
pimpinan Usamah bin Zaid, yang persiapannya telah diatur dan ditetapkan
sendiri oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و
سلم) ; dan pada saat itu sedang berhenti dan berkumpul di sebuah desa
bernama Juruf!” (hal. 353).
Di buku ini juga dimuat cerita tentang
provokasi Aisyah terhadap khalayak dengan memerintahkan mereka agar
membunuh Utsman bin Affan: “Bunuhlah Na’tsal, karena ia sudah menjadi kafir!” (Catatan:
Na’tsal adalah orang tua yang pandir dan bodoh). (hal. 357). Di halaman
yang sama, dimuat satu syair yang mengecam Aisyah r.a.:
“Engkau yang memulai, engkau yang merusak
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
Engkau yang memerintahkan
Pembunuhan atas diri sang Imam
Engkau yang mengatakan
Kini dia sudah kafir.”
(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah r.a. tersebut saya kutip dari buku Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun 2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
Engkau yang memerintahkan
Pembunuhan atas diri sang Imam
Engkau yang mengatakan
Kini dia sudah kafir.”
(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah r.a. tersebut saya kutip dari buku Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun 2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).
Itulah sebagian isi buku “Dialog Sunnah-Syiah” terbitan Mizan. Pokok-pokok bahasan di dalam buku “Dialog Sunnah-Syiah” tersebut telah dijelaskan kekeliruannya oleh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus dalam karyanya Ensiklopedi Sunnah Syiah, Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir, yang
diterbitkan Pustaka Al Kautsar (Jakarta, 1997). Buku ini diberi kata
pengantar oleh Dr. Hidayat Nurwahid, yang juga dikenal sebagai pakar
tentang Syiah lulusan Universitas Islam Madinah. Dalam pengantarnya,
Hidayat Nurwahid memuji keseriusan Prof. as-Salus yang berhasil
menunjukkan, bahwa buku karya al-Musawi, yang aslinya berjudul
al-Muraja’at, hanyalah karangan al-Musawi belaka. Alias, dialognya
adalah fiktif belaka.
Bahkan, Prof. as-Salus menulis: “Tetapi
al-Musawi, seorang Syiah Rafidhah yang terkutuk ini, tanpa rasa sungkan
dan malu ingin menjadikan seorang Syaikh al-Azhar yang kapabel dan
kredibel sebagai murid kecil dan bodoh yang menerima ilmu pertama kali
dari dia.” (hal. 249).
Kaum Muslim yang mencintai Nabi Muhammad
Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), para sahabat beliau
yang mulia, dan juga istri-istri beliau yang herhormat, pasti tidak
ridho jika orang-orang yang mulia tersebut dihina, difitnah dan
dilecehkan. Kita pun tidak rela jika orang yang kita hormati dan sayangi
diperhinakan. Bagaimana jika yang dihina dan difitnah adalah para
sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله
عليه و سلم)? Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)
bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga
diriku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh
manusia.” (HR Bukhari dan Muslim).
Cerita bahwa Aisyah r.a. memerintahkan
pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah tuduhan keji dan dusta.
Aisyah sendiri pernah dikonfirmasi tentang adanya surat atas nama Aisyah
di Medir yang memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan r.a.
Beliau bersumpah, bahwa beliau tidak pernah menulis surat seperti itu.
Banyak riwayat dari Aisyah r.a. yang sudah mengklarifikasi masalah ini.
Anehnya, orang-orang Syiah tidak mau tahu, dan selalu mengutip
cerita-cerita bohong tersebut. (Lihat, Tarikh Khalifah bin Khayyath,
hal. 176 & Tarikh al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semuanya ada dalam
Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, Dar
Thayba, Riyadh, cet. I, 1994, vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal
Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban, Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I,
1999).
Jika Aisyah dinistakan dan difitnah, kaum
Muslim tentu sangat tidak ridha. Ummul mukminin, Aisyah r.a. sangat
dicintai kaum Muslimin. Beliau adalah istri Nabi yang mulia. Nabi
Muhammad saw wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah
pula. Aisyah r.a. adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits.
Dari jumlah itu, 286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim.
Ada sekitar 150 ulama Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat,
K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar Lc, Aisyah, The Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).
Kasus buku Dialog Sunnah-Syiah terbitan
Mizan ini menjadi bukti nyata, bahwa ajakan Haidar Bagir untuk
kerukunan Sunnah-Syiah masih perlu dipertanyakan. Bukankah buku yang
mencaci maki sahabat-sahabat dan istri Nabi tersebut sudah diterbitkan
oleh Penerbit Mizan selama hampir 30 tahun?
Jalan Damai: Mungkinkah?
Menyimak berbagai penerbitan kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)?
Jalan Damai: Mungkinkah?
Menyimak berbagai penerbitan kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)?
Memang itu tidak mudah. Sebab, tampak dalam
berbagai penerbitan mereka, kebencian terhadap Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, radhiyallaaahu ‘anhum, sudah begitu mendarah daging. Sikap
Syiah terhadap para sahabat Nabi itu sangat berbeda dengan sikap kaum
Sunni yang menghormati semua sahabat, apalagi KhulafaaurRasyidin,
termasuk Sayyidina Ali r.a.
Saya mendapat satu brosur doa berjudul
“Ziarah Asyura”, terdiri atas enam halaman. Disamping berisi doa-doa
untuk para Nabi Muhammad saw dan keluarganya, doa ini diwarnai dengan
kutukan dan laknat terhadap berbagai orang. Misalnya, di halaman 5,
ditulis doa laknat: “Allahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa
Muhammadin wa-Aali Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim
yang awal-awal, yang menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).
Doa ini diakhiri dengan kutipan perkataan
Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau
mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan
membaca doa ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan semua pahala (berziarah).”
Itulah petikan doa “Ziarah Asyuro”
yang diedarkan di Indonesia. Siapakah yang dimaksud dengan “orang-orang
zalim” yang disebutkan telah menzalimi hak Nabi dan keluarga Nabi?
Apakah mereka Abu Bakar, Umar bi Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a.,
dan sebagainya? Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus, dalam buku yang
disebutkan terdahulu, telah mengklarifikasi masalah ini, dengan
menunjukkan adanya riwayat dari Imam Zaid bin Hasan bin Ali bin Husain
Radhiyallaahu ‘anhum, bahwa dia membenarkan apa yang dilakukan Abu Bakar
r.a. terhadap Fathimah dalam soal waris keluarga Nabi. “Jika saya pada posisinya (Abu Bakar) niscaya saya akan menetapkan hukum seperti yang ditetapkannya,” kata Imam Zaid. Diriwayatkan juga dari saudara Imam Zaid, yaitu al-Baqir, bahwa dia pernah ditanya, “Apakah
Abu Bakar dan Umar menzalimi sesuatu dari hak kalian?” Ia menjawab,
“Tidak, demi Dzat yang menurunkan al-Quran kepada hamba-Nya agar menjadi
peringatan bagi alam semesta, sungguh kami tidak dizalimi dari hak kami
meskipun seberat biji sawi.” (as-Salus, hal. 297).
Jika dicermati, polemik Ahlu Sunnah dan
Syiah itu sudah berlangsung lebih dari 1.000 tahun. Apakah hal seperti
ini yang diinginkan oleh kaum Syiah di Indonesia, dengan terus-menerus
menebarkan kebencian kepada Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin
Affan, Aisyah r.a.? Sampai kapan caci-maki semacam ini akan diakhiri?
Karena itu, saya ingin mengakhiri CAP ini dengan ungkapan sama seperti
dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012):
“Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya
mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah
Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa
berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak lahan
dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan. Itulah jalan damai
untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah. Kecuali, jika kaum Syiah melihat
Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan!
Kita tunggu realisasi janji kaum Syiah
untuk tidak men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci-maki kepada
para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam
(صلى الله عليه و سلم)! (Walahu a’lam bil-shawab).*
Penulis, dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. CAP Adian Husaini ini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com
Penulis, dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. CAP Adian Husaini ini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com